Kamis, 17 September 2009

Info Seputar Transplantasi


Kendala transplantasi ginjal di Indonesia masih tinggi. Tidak hanya biaya, namun juga ketersediaan donor. Padahal, tranplantasi adalah pilihan terbaik untuk penderita gagal ginjal.
Penyakit ginjal kronik yang sudah masuk stadium 5 dengan gejala dan tanda uremia memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis atau transplantasi. Dialisis terdiri dari hemodialisis dan dialisis peritoneal. Dialisis peritoneal dilakukan dengan menggunakan peritoneum sebagai membran semipermeabel. Darah yang mengalir pada pembuluh di peritoneum dialirkan dengan cairan dialisat di kavum Douglasi dan diharapkan akan terjadi ultrafiltrasi.
Sedangkan hemodialisis secara langsung mengalirkan darah pembuluh ke dalam mesin untuk disaring dengan membrane dan cairan dialisat.
Dialisis peritoneal merupakan teknik yang masih dipakai di beberapa rumah sakit karena tidak membutuhkan peralatan canggih seperti hemodialisis, dengan biaya yang relatif murah. Namun, tidak semua kasus dapat diatasi dengan dialisis peritoneal. Terapi ini terutama digunakan untuk gagal ginjal akut, pediatrik, geriatrik, atau pasien gawat darurat. Untuk kebanyakan kasus gagal ginjal, hemodialisis lebih optimal untuk dilakukan.
Dijelaskan Prof. DR. Dr. Endang Susalit SpPD-KGH, Kepala Divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, meski transplantasi ginjal adalah yang paling ideal, namun bukan berarti dapat dipastikan pasien langsung sembuh setelah mengalami prosedur cangkok. “Tetap diperlukan kontrol teratur dari pasien,” ujar Endang. Tapi, transplantasi ginjal lebih unggul baik dari segi prosedur, kualitas hidup, ketergantungan pada fasilitas medik, dan biaya. “Pasien dengan cangkok ginjal tidak merasa lagi sakit ginjal dan dapat hidup dengan normal,” ujarnya.
Transplantation The Best
Di Indonesia, transplantasi ginjal pertama kali dilakukan di RSCM tanggal 11 November 1977, yang dipimpin oleh Prof. Otta dari Tokyo dengan ginjal donor berasal dari adik pasien. DR. Dr. David Manuputty, SpB, SpU(K) mengungkapkan Prof. Otta membantu cangkok ginjal pada 2 pasien pertama di RSCM. Operasi ketiga baru dilakukan seluruhnya oleh anak bangsa. Pasien ketiga yang menerima transplantasi ginjal adalah seorang dokter yang bernama Anom pada tahun 1978. Hingga saat ini Dr. Anom masih hidup dan merupakan pasien terlama yang mengalami cangkok ginjal. “Saat menjalani operasi itu, dokter Anom baru saja lulus kuliah kedokteran,” kata David. Hal ini membuktikan bahwa transplantasi ginjal merupakan terapi yang terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi gagal ginjal.
Untuk pendonor, tidak ada yang perlu dikhawatirkan hidup dengan satu ginjal. “Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan menjadi donor karena setiap orang bisa tetap hidup normal dengan satu ginjal,” kata David. “Bahkan anggota TNI pun bisa tetap melakukan aktivitas seperti biasa setelah memberikan ginjalnya.” Pendonor pada operasi transplantasi pertama di Indonesia tahun 1977, Luciana Tjiusnoyo, hingga saat ini masih tampak sehat dan hidup normal dengan satu ginjal. Saat itu Luci memberikan ginjalnya pada kakaknya, Fredy Tjiusnoyo. Tidak salah jika David selalu menekankan tidak ada kerugian dengan mendonorkan ginjal. Pasalnya, sejak tahun 1977 baru 500 cangkok ginjal yang telah dilakukan. Padahal, ada 70 ribu pasien gagal ginjal di Indonesia yang dapat diterapi dengan cangkok ginjal. Keterbatasan donor menjadi salah satu penyebab transplantasi sulit dilakukan. Jumlah donor di Indonesia masih sangat kecil, hanya 15 donor ginjal per tahunnya, dibandingkan dengan 2.000 kasus baru penyakit ginjal kronik tahap akhir per tahunnya.
Data di atas menggambarkan kondisi yang sama dengan apa yang dipaparkan dalam The Triennial Conference of The Asian Society of Transplantion (CAST) tahun 2005, bahwa dari kebutuhan 73 ribu ginjal di Negara berkembang hanya terpenuhi 36 persen. Sedangkan kebutuhan Negara dunia ketiga akan 350 ribu ginjal hanya terpenuhi sbanyak 1,6 persen.
The Burden of Cost
Kendala lain untuk melakukan transplantasi ginjal adalah dari sisi biaya. Cukup banyak pasien yang tidak memiliki biaya transplantasi, meski sudah ada keluarga yang mau menjadi donor.
Namun menurut Dr. Indrawati Sukadis, Koordinator Tim Transplantasi Ginjal RS Cikini, biaya transplantasi ginjal di dalam negeri lebih rendah dibandingkan di luar negeri. “Subsidi biaya operasi transplantasi dan sebagian obat imunosupresif dari ASKES meringankan beban biaya transplantasi,” ujarnya. Indrawati mendapatkan kesimpulan tersebut dari penelitian yang dilakukan bersama koleganya dengan mewawancarai 20 pasien pasca transplantasi ginjal antara tahun 1996 hingga 2006. Sebanyak 15 pasien menjalani transplantasi di dalam negeri (10 orang di RS Cikini dan 5 pasien dari rumah sakit lainnya), dan 5 pasien menjalani transolantasi di luar negeri yaitu China dan Singapore. Data yang dicatat adalah total biaya transplantasi ginjal termasuk biaya persiapan, perawatan preoperative, operative, dan pasca operative, lama perawatan, dan summer donor. Namun tidak termasuk obat imunosupresif, obat induksi, obat kegawatan, dan HD bila diperlukan.
Persiapan transplantasi ginjal di RS dalam negeri berkisar dari Rp 28,5 hingga Rp 35 juta. Total biaya transplantasi di dalam negeri adalah Rp 80 hingga Rp 250 juta. Padahal untuk biaya total transplantasi di luar negeri akan menghabiskan biaya sebesar US$ 11–62 ribu atau sekitar Rp 100 hingga Rp 570 juta
Klasik dan Modifikasi
Pusat transplantasi ginjal di Indonesia tersebar di 11 tempat diantaranya RS Cikini tercatat telah melakukan transplantasi sebanyak 277 kali, RSCM 35 kali, RS Kariadi 48 kali, RS Gatot Subroto 49 kali, RS Sutomo 31 kali, RS Sardjito 32 kali, RS Pringhadi 2 kali.
David mengatakan, sebelum operasi harus dilakukan beberapa persiapan, yaitu evaluasi medik, etik, dan legal yang dilakukan oleh nefrologi. Selanjutnya menentukan sisi ginjal donor, dan dipilih fosa iliaka kanan resipien, kecuali terdapat kelainan pada sisi kanan. “Ginjal yang diambil untuk didonorkan adalah ginjal yang paling jelek dan paling kecil,” ujar David. Pencitraan donor dilakukan dengan BNO-IVP, aortografi, arteriografi selektif, dan CT-angiografi. “CT-Angiography 3 dimensi dengan dan tanpa kontras memberikan hasil yang memuaskan dalam identifikasi batu, gambaran anatomi ginjal-collecting system dan vaskularisasi. Prosedur ini mempunyai morbiditas minimal,” kata David.
Setelah ginjal diambil, harus segera dilakukan 'penanaman' pada resipien. “Bahkan dengan suhu ruang yang sudah diturunkan menjadi 4°C, metabolisme ginjal masih sepuluh persen,” ujar David.
Teknik transplantasi ginjal di Indonesia awalnya dilakukan dengan menggunakan teknik klasik. “Kira-kira pada 20 kasus pertama,” ujar David. Pada teknik itu, ginjal kanan disambungkan dengan iliaka kiri dan ginjal kiri dengan iliaka kanan. Anastomosis arteri terlebih dahulu. Sedangkan arteri renalis disambungkan end to end ke arteri iliaka interna dan vena renalis disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna. “Pada teknik klasik ini harsu membongkar lebih banyak dan bukaan yang terlalu luas timbul. Efeknya, komplikasi seperti perdarahan bisa timbul,” kata David.
Teknik yang banyak digunakan sekarang adalah teknik modifikasi. Ginjal kiri atau kanan disambungkan ke iliaka kanan. “Alasannya, karena pembuluh darah lebih superficial, lebih ke permukaan,” kata David. Pada teknik modifikasi dilakukan vena dianastomosis lebih dahulu. Vena renalis disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna dan arteri renalis disambungkan end to side ke arteri iliaka eksterna. Maka, teknik modifikasi lebih baik daripada teknik klasik karena waktu pengerjaan lebih singkat. “Jika operasi dimulai pukul 08.00 maka pukul 11.30 sudah selesai,” kata David. Dengan teknik modifikasi akan lebih sedikit komplikasi yang terjadi, terutama hematoma.
Hematoma merupakan komplikasi yang sering terjadi. David mengatakan dari 305 operasi cangkok ginjal, hematoma terjadi pada 11 kasus atau sebesar 3,6 persen. Di urutan kedua adalah stenosis ureter sebanyak 6 kasus atau 1,5 persen. Nekrosis ureter distal sebanyak 4 kasus atau 1,2 persen, emboli paru dan stenosis arteri renalis masing-masing sebanyak 1 kasus atau 0,3 persen.
Donor Keluarga, Lebih Berhasil
Risiko pasti akan ada dalam setiap tindakan transplantasi. Dengan ditanamkan organ baru, maka akan dianggap benda asing oleh tubuh. Sistem imun membuat antibody mencoba membunuh organ baru, meski menguntungkan tubuh. Medikasi diberikan agar system imun menerima hasil tranplan dan bukan menganggapnya benda asing. Obat yang diberikan antara lain cyclosporine, tacrolimus, azathioprine, mycophenolate mofetil, prednisone, OKT3, dan antithymocyte Ig (ATGAM).
Dr. Indrawati Sukadis, mengatakan, tingkat keberhasilan operasi ginjal lebih tinggi bila donor berasal dari seseorang yang memiliki pertalian darah (related donor). “Keberhasilan mencapai 90 persen,” ujarnya.
Menurut catatan David, 233 kasus transplantasi berasal dari donor hidup related dan 44 non-related. Dari kasus non related itu, sebanyak 6 kasus adalah donor ginjal yang berasal dari istri kepada suaminya. Sedangkan tidak ada kasus dengan donor yang berasal dari cadaver.

Sumber : http://www.ygdi.org/_patientinfo.php?view=_infoseputar_detail&id=7
Facebook : cynthiagunawan@rocketmail.com

Angky Camaro Melakukan Transplantasi Ginjal


Disalin dari Koran Indonesia Business Today

Business Today 5 Juli 2008.

Ginjal, Kehidupan Untuk Angky Camaro

Angky Camaro, preskom PT. HM Sampoerna Tbk yang juga direktur PT. Indofood Sukses Makmur Tbk sekaligus komisaris PT Indomobil, tak pernah tahu bahwa ginjalnya sudah tidak berjalan normal. Hingga suatu kali ditahun 2005, ia tidak bisa duduk lantaranabses (bengkak) dan bernanah di pantatnya. Dari situlah diketahui creatinin atau kreatinin (zat racun dalam darah, biasanya terdapat pada seseorang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan baik) sudah mencapai 350. Padahal ambang batas untuk orang normal kretinin paling tinggi 125. bagaimana cerita Angky tentang asal muasal penyakit gnjalnya hingga ia harus di transplantasi?

Tanggal 1 April 2005 saat di kantor, saya merasakan pantat sakit bukan main. Saya benar benar tidak bisa duduk. Memang sudah beberapa sebelumnya sebetulnya saya sudah merasa abses di pantat saya, tapi saya cuekin saja. Saya tetap kerja seperti biasa. Tetapi tanggal 1 April itu saya benar benar tidak bisa duduk.

Karena sudah sakit dan nggak bisa duduk, saya akhirnya telepon dokter teman saya. Namanya Dr Didik. Ia praktik di RS Pluit. Terus dokter Didik bilang, "Sudah anda sekarang juga kesini. " begitu sampai di RS Pluit, ternyata saya langsung dioperasi. Padahal semua peralatan kerja saya, termasuk laptop semua masih saya tinggal di kantor.. Sayapun mondok di RS Pluit.

Saat mondok di RS Pluit itu, akhirnya diketahui gula saya sudah 500, kemudian kreatinin saya sudah 350. Dari situ baru diketahui, kalau ginjal saya sudah tidak berfungsi dengan baik, karena diabetes.

Soal pantat saya yang bernanah, itu ternyata kalau orang diabetes terus ginjalnya tidak berfungsi dengan baik, racun racun yang tidak bisa diserap ginjal keluar akan tumbuh jadi darah kotor, dan bisanya akan tumbuh ditempat tempat yang kotor, seperti kaki, pantat, selangkangan. Jadi nanah yang dari pantat saya itu, karena saya sudah diabetes akut.

Sedangkan soal penyakit diabetes, saya juga tidak tahu. Habis saya jarang sakit dan jarang periksa. Pernah sih sakit sampai mondok di rumah sakit, tapi itu saat usia saya masih 30 tahun. Dan sakit waktu itu berkait dengan hati atau liver. Jadi selama ini, yang saya perhatikan dan saya jaga hati saya. ...eh, nggak tahunya malah ginjal saya yang kena.

Orang bilang saya kuat sekali, padahal orang bilang kalau gulanya 300 saja sudah goyang, tapi gula saya 500 saya masih tiap hari beraktifitas dikantor kayak tidak kena diabetes. Mungkin kalau pantat saya tidak bernanah, saya nggak tahu kalau saya tidak terkena diabetes.

Dari data rekam medik yang saya temukan, tahun 2002, sebetulnya kreatinin saya sudah mencapai 190. Tapi karena saya tidak merasa apa apa, ya saya cuek saja, dan nggak memperhatikan hal itu sebagai sesuatu yang sudah membahayakan. Nah, anda bisa bayangkan ginjal saya yang sebetulnya sejak tahun 2002 sudah mulai kerja berat itu, terus saya hajar untuk bekerja sampai tahun 2005. Iya sudah koma akhirnya tahu tahu ditahun 2005 kreatinin saya melonjak ke 350 dan gulanya 500.

Saya nggak tahu bagaimana menurunkan kreatinin, tapi kalau saya yang seperti kena diabetes, mustinya untuk menurunkan kreatinin, kalau belum akut ya diatasi diabetesnya.

Sekitar 12 hari setelah dioperasi tahun 2005 itu kreatinin saya turun menjadi 260. Dan karena diabetes, dokter menyarankan saya untuk diet. Nah, pikir saya karena saya diet makanan, maka saya harus banyak makan buah dan banyak minum.

Tanggal 1 Oktober 2007 saya terkejut bukan alang kepalang, ketika mendapati selangkangan saya abses dan bernanah. Kembali saya masuk rumah sakit dan dioperasi.
Rupanya kreatinin saya saat itu sudah 420. Dan meski sudah diet dan diobati kreatinin saya sepanjang bulan Oktober itu masih diatas 300.

Tanggal 6 Nopember 2007, saya mengalami abses yang lebih besar dan nanah yang banyak sekali, lagi lagi diselangkangan. Akhirnya hari itu kemabali saya masuk rumah sakit dan dioperasi untuk dikeluarkan nanahnya. Saat dioperasi kreatinin saya sudah mencapai 480 setelah dioperasi kreatinin saya ternyata terus bertambah hingga puncaknya terjadi pada tanggal 12 Mei 2008, dimana kreatinin saya mencapai 810. Pada saat itu dr Gordon Ku ahli ginjal di Mount Elisabeth mengatakan pada saya bahwa ada dua pilihan bagi saya : terus menerus cuci darah atau transplantasi.

Untuk cuci darah butuh waktu 4 jam dan biaya sekitar 4jt untuk sekali cuci darah, dan dalam kondisi seperti saya butuh 3 kali cuci darah dalam seminggu. Waduh, kalau saya pilih cuci darah kapan saya kerjanya. Oh ya, meski saya sejak tahun 2005 bolak balik operasi dan kreatinin saya sudah berada diatas 300 tapi saya masih kerja seperti biasa.

Oh ya, salah satu penyebab makin parahnya kerusakan ginjal saya ternyata karena saya banyak makan buah. Terutama jeruk dan belimbing. Saya pikir selama diet tidak makan berat maka saya makan banyak buah. Rupanya baru saya tahu dari dokter di Singapore bahwa buah seperti belimbing dan jeruk justru makin membuat kerja ginjal makin berat. Jadi bisa dibayangkan, ginjal saya yang sudah nggak normal dari tahun 2005 itu saya hantam terus dengan makan buah buahan sampai tahun 2008. Waduh kayak apa beratnya kerja ginjal saya. Bukan hanya buah buahan , orang yang terkena ginjal itu juga nggak boleh banyak makan yang banyak mengandung protein, karena juga akan memperberat kerja ginjal.

Banyak orang tanya pada saya apa sih gejala penyakit ginjal itu? Saya bilang ya nggak ada, tapi sebetulnya kalau diamati ya ada. Coba selama ini orang kalau kedokter paling di cek gula darah, kolesterol dan tekanan darah. Padahal ingin ginjal anda aman dan bisa diwaspadai dari awal anda harus mengecek kreatinin. Kalau kreatinin sudah diatas 125, anda harus hati hati dan mencari cara untuk menurunkan kreatinin agar ginjal anda tidak rusak. Kalau sudah seperti saya tahu tahu kreatinin sudah 800. Itu hanya ada pilihan ginjal diganti atau cuci darah terus menerus.

Terus ada juga yang bertanya apa yang saya rasakan waktu kreatinin di ginjal saya sudah diatas 300. Sebetulnya sih nggak terasa apa apa Cuma rasanya gatal bukan main diseluruh tubuh, karena gatal itu dari dalam tubuh, jadi kita bingung garuknya disebelah mana, sebelum transplantasi tiap mau tidur memakai bedak disekujur tubuh tapi yaitu tadi, karena gatalnya dari dalam tetap saja gatalnya tidak hilang..

Business Today, 7 Juli 2008

Tak Bisa Mandarin, ke Tiongkok ditemani Eksekutif Indomobil

Angky:"Kalau ginjal sudah ada gangguan, Anda harus diet minum"

Komisari PT. HM Sampoerna, direktur PT Indofood Sukses Makmur yang juga komisari PT Indomobil Tbk, Angky Camaro semula tidak pernah menyadari bahwa ia terkena ginjal. Bahkan penyakit diabetes yang menjadi penyebab rusaknya ginjalnya pun tak ia sadari. Hingga pada April tahun 2005, dimana pantatnya tiba tiba abses (bengkak) dan bernanah. Buntutnya ia pun harus dioperasi dan saat operasi yang pertama itulah baru ia tahu bahwa creatinine atau kreatini (zat racun) didalam tubuhnya sudah mencapai 350 (3,5) dan gulanya 500. Dan sejak saat itu meski sudah diet kretininnya ternyata terus naik, termasuk berat badannya juga terus naik. Angky juga mengalami dua hal pembedahan lagi yaitu pada tahun Oktober dan November 2007, karena selangkannya abses dan bernanah. Puncaknya pada saat 12 Mei 2008 kreatinin sudah mencapai 810 (8.1). Dan saat itulah dr Gordon Ku dari RS Mount Elisabeh, Singapore memerintahkan untuk transplantasi ginjal atau cuci darah. Bagaimana
cerita Angky berkait keputusannya melakukan transplantasi ginjal?

Waktu dr Gordon Ku bilang saya musti transplant atau cuci darah, saya ambil keputusan transplant. Masalahnya kalau cuci darah seminggu tiga kali dan sekali cuci darah butuh waktu empat jam, kapan saya kerjanya. Waktu itu dr Gordon merekomendasikan dua tempat yang memungkinkan saya bisa transplant, yaitu di Filipina atau Tiongkok. Saya kemudian pilih filipina dengan pertimbangan bahasa, karena kalau Tiongkok saya nggak bisa pakai bahasa mandarin. Asal tahu, meski orang Chinese tapi saya nggak bisa bahasa mandarin, istri saya juga gak bisa. Pokoknya dibanding saya jauh lebih pintar Pak Dahlan (boss Jawa Pos Group dan Chairman Indonesia Business Today) bahasa mandarinnya.

Akhirnya tidak ada pilihan lain saya putuskan untuk transplant di Tiongkok.

Tanggal 23 Mei sebetulnya sudah ada orang saya (Channel) yang bilang saya bisa ke Tiongkok karena seminggu lagi sudah ada ginjalnya. Tapi saya nggak mau solalnya tanggal 27 Mei saya harus RIPS Sampoerna dulu dimana dalam RUPS saya diputuskan menjadi Preskom PT. HM Sampoerna Tbk (sebelumnya Angky mencapai sebagai Managing Director PT HM Sampoerna). Menurut saya ini mukjizat , karena orang biasanya kalau pesan bisa ber bulan bulan bahkan bertahun tahun tapi nggak dapat, tapi saya langsung dapat. Tapi sayanya justru yang nolak saat itu, soalnya saya harus RUPS Sampoerna.

Tanggal 29 Mei, setelah saya ikuti RUPS saya akhirnya berangkat ke Tiongkok dari Singapura. Dan karena saya tidak bisa bahasa Mandarin, maka saya minta teman saya Marvy Apandi (Executive Director Indomobil) untuk ikut saya menjadi penerjemah bahasa Mandarin. Marvy berangkat dari Jakarta dan kita ketemuan di sebuah bandara di Tiongkok.

Lagi lagi saya mendapat kemudahan , karena waktu saya datang ker umah sakit tersebut, saya secara kebetulan bisa bertemu langsung dengan kepala rumah sakitnya. Padahal biasanya orang yang datang ke rumah sakit tersebut, sangat susah ketemu dengan kepala rumah sakit. Asal tahu saja, dirumah sakit itu banyak sekali brokernya. Biasanya kalau kita datang di loket itu para broker sudah berebut. Kalau lewat broker ini, belum tentu dapat "barang" bagus., malah seringnya banyak yang dibohongi. Jadi saya ingin ingatkan untuk para pembaca yang ingin transplant di Tiongkok hati hati jangan sampai tertipu broker.

Selain saya bisa bertemu langsung dengan pimpinan rumah sakitnya, saya juga langsung mendapat donor, hanya saja waktu itu kurang bagus untuk saya karena kreatinin nya sudah tinggi. Tapi saya juga Cuma nunggu 2 minggu setelah itu langsung dapat yang golongan daranya O.

Mitos Keliru

Oh Ya, hal penting yang ingin saya ceritakan kepada para pembaca adalah , soal pandangan yang salah selama ini antar dokter di Indonesia dengan dokter di Cina. Di Indonesia kalau kita sakit gnjal suruh minum sebanyak banyaknya. Padahal itu totally wrong!. Di China orang yang sakit ginjal tidak boleh minum banyak, bahkan hanya boleh minum kalau haus saja. Kalau ngak haus nggak boleh minum.

Dalam kondisi ginjal kita rusak, kalau kita banyak minum, kemampuan ginjal yang sudah tidak normal lagi itu tidak bisa mengolah air dengan sempurna menjadi urine. Misalnya kita minum 2 liter sehari, kalau ginjal kita bermasalah, yang bisa diolah menjadi urine itu hanya 1,5 liter saja atau l liter. Nah sisa air yang tidak bisa diolah oleh ginjal menjadi urine tadi akan lari ke paha, badan, tangan, wajah dan lain-lainnya menjadi racun. Dan karena badan kita penuh dengan air maka kita menjadi gemuk.

Itulah yang terjadi pada saya, berat badan saya sejak tahun 2005 terus naik sampai April saya ke RS Mount Elisabeth berat saya naik terus hingga 93 kg. Padahal saya itu diet. Dan banyak makan buah dan minum air. Nah gemuk badan saya yang saya kira fat itu ternyata isinya water yang beracun, makanya kreatinin saya mencapai 810 (8.1) sebelum saya di vonis transplant atau cuci darah. Saking sudah parahnya ginjal saya.

Sehari setelah saya di Tiongkok, yaitu sekitar tanggal 31 Mei saya diminta diet minum ...eh dalam satu hari badan saya langsung turun 86,7 kg. Dan diet minum itu terus saya lakukan hingga menjelang transplant tanggal 13 Juni badan saya sudah turun 10 kg lebih tinggal hanya 82,6 kg. Dalam diet minum ini saya benar benar tidak boleh minum..

Informasi ini yang betul betul ingn saya bagi dengan pembaca, bahwa kalau ginjal Anda sudah mulai ada gangguan Anda harus diet minum karena kalau Anda minum banyak kerja ginjal anda akan makin berat dan itu akan memperparah atau mempercepat kerusakan ginjal anda.

Sumber : yenibudi.multiply.com
Facebook : cynthiagunawan@rocketmail.com

Selasa, 15 September 2009

TRANSPLANTASI GINJAL DI INDONESIA SEKARANG DAN HARAPAN MASA DEPAN


by Agus Tessy
Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Transplantasi organ tubuh sudah merupakan
prosedur klinis yang diterima diseluruh dunia. Pada
dasarnya Transplantasi organ tubuh adalah gabungan
antara kebutuhan klinis dan kesempatan ilmiah. Dari
tahun ke tahun hasil transplantasi ginjal makin membaik
dalam arti lama hidup pasien makin panjang. Menurut
data dari Transplant Centre Directory sedunia tahun
1992, lama hidup dari pasien Transplantasi Ginjal dapat
mencapai 29,9 tahun.
Transplantasi Ginjal mulai dirintis pada akhir tahun 1950-
an dan baru pada akhir 1960-an mulai berhasil dilakukan
pada pasien GGT. Transplantasi Ginjal pertama kali
dilakukan di Indonesia tahun 1977 di RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta dan sampai dengan Desember
2003 (dalam kurun waktu 28 tahun), transplantasi ginjal di
seluruh Indonesia berjumlah 439 kasus, sedangkan bila
dibandingkan dengan keadaan di Amerika Serikat setiap
tahunnya dilakukan lebih dari 4800 kali dan di Eropa lebih
dari 3800 kali Transplantasi Ginjal.
Mentransplantasikan satu ginjal normal ketubuh pasien
GGT berarti pasien hidup dengan tiga ginjal sedangkan
donor hidup dengan satu ginjal. Ginjal yang normal ini akan
membantu mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang
bertumpuk di dalam badan pasien. Sisa-sisa metabolisme
ini bersifat sebagai racun pada tubuh yang dapat
menyebabkan kematian.
Di Eropa dan Amerika Serikat umumnya pasien muda
lebih suka memilih Transplantasi Ginjal sedangkan pasien
lanjut usia lebih senang dengan cara Dialisis.
Transplantasi yang berhasil pada pasien GGT akan
membebaskan pasien dari ketergantungan dialisis jangka
panjang dan dapat menikmati hidup yang layak yaitu bebas
makan dan minum disamping perasaan sehat sebagai orang
normal. Beberapa hal yang diperlukan pada Transplantasi
Ginjal ialah:
1. Donor Ginjal
2. Imunologi Transplantasi
3. Resipien
4. Operasi Transplantasi
Donor
Di Indonesia donor ginjal merupakan masalah yang
rumit baik donor hidup maupun donor mayat (cadaver).
Donor hidup dari anggota keluarga ataupun orang lain
sukar didapat, karena ada anggapan di masyarakat
bahwa umur donor akan menjadi pendek bila tinggal
satu ginjal. Sebaliknya donor dari mayat sangat sukar
Suplement
50 Suplement Vol 26 No.3 Juli-September 2005
didapat sekalipun telah disetujui oleh kalangan agama,
pemerintah dan persatuan-persatuan profesi seperti
yang tercantum didalam Kesepakatan Kemayoran tgl. 2
Mei 1996 pada butir 2 yang menyatakan bahwa:
Transplantasi organ tubuh khususnya ginjal diterima
oleh seluruh Agama yang diakui di Indonesia.
Ternyata dalam kenyataannya baik donor hidup maupun
donor mayat tidak mudah didapat seperti yang diharapkan.
Akibat dari keadaan tersebut maka pasien GGT yang
berniat untuk Transplantasi Ginjal harus keluar negeri (RRC)
dengan resiko pengeluaran dana yang sangat besar.
Sebagian besar negara-negara Timur memilih mengambil
ginjal dari donor hidup sedangkan Amerika Serikat dan
Eropa umumnya mengambil ginjal dari donor mayat.
Persyaratan untuk menjadi donor hidup ialah:
Tanpa paksaan
Dalam keadaan sehat
Kedua ginjal normal
Golongan darah A, B, O sama dengan pasien
Test darah silang negatif
Indentifikasi Human Leucocyte Antigen (HLA) kelas satu
dan dua.
Sedangkan persyaratan donor mayat ialah:
Izin tertulis dari donor sendiri atau keluarga
Usia antara 10-60 tahun
Tidak menderita penyakit infeksi atau keganasan
Kedua ginjal berfungsi baik
Mati barang otak.
Kepastian mati barang otak sebaiknya ditentukan oleh
dokter lain untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini.
II. Imunologi Transplantasi
Golongan darah A, B, dan O yang sama merupakan
syarat utama untuk menghindari reaksi penolakan hiperakut
yang pada umumnya berakhir dengan kematian. Human
Leucocyte Antigen yang sudah dikenal saat ini ada empat
golongan yaitu:
- HLA – A
- HLA – B
- HLA – C
- HLA – D/DR.
Human Leucocyte Antigen A, HLA – B dan HLA – C
disebut HLA kelas satu sedangkan HLA – D/DR disebut
antigen kelas dua. Ginjal dari saudara kandung (seayah
dan seibu) akan didapatkan kemungkinan 25% haplotype
yang identik, 50% mempunyai satu haplotype yang sama
dan 25% tidak memiliki haplotype yang sama.
Kesamaan haplotype-haplotype pasien GGT dengan
donornya akan mempengaruhi hasil transplantasi. Haplotype
yang mendekati indentik akan memberikan hasil yang lebih
baik karena kurangnya reaksi penolakan. Haplotype antara
pasien dengan donor yang tidak identik akan memberikan hasil
transplantasi yang buruk karena terjadi reaksi penolakan dari
pasien terhadap ginjal donor. Reaksi penolakan terhadap ginjal
donor dapat bersifat hiperakut, “accelerated”, akut dan
kronik tergantung dari kecocokan antara HLA dengan donor.
Makin cepat terjadi reaksi makin jelek prognosis dan
umumnya berakhir dengan kematian.
III. Resipien
Pasien GGT yang merencanakan Transplantasi Ginjal
harus terlebih dahulu menjalani HD secara teratur dan efektif
untuk membuang semua sisa-sisa metabolisme dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi operasi besar.
Penyakit-penyakit lain yang diderita harus diobati terlebih
dahulu untuk menghindari kemudian terjadinya komplikasi
selama atau sesudah operasi. Resipien yang potensial
untuk Transplantasi Ginjal ialah:
- Umur antara 35-60 tahun
- Tidak menderita penyakit-penyakit berat
- Pasien tidak menjalani dialisis peritoneal
- Saluran kemih bagian bawah normal.
IV. Operasi Transplantasi
Setelah ada kecocokan HLA yang identik antara donor
dengan pasien, maka operasi transplantasi sudah dapat
dilakukan oleh dokter Spesialis Bedah Urologi dengan cara
mencangkokkan ginjal donor ke tubuh pasien dengan
demikian maka pasian akan hidup dengan tiga ginjal
sedangkan donor hidup dengan satu ginjal.
Hasil Transplantasi
Hasil Transplantasi Ginjal pada dasawarsa terakhir
menunjukkan kenaikan angka survival yang baik pada
pasien, hal ini disebabkan karena kemampuan yang lebih
baik berkat bertambahnya pengalaman dalam hal:
mengatasi reaksi penolakan, mencegah dan mengobati
infeksi, pengalaman dalam hal pemakaian obat-obat anti
rejeksi yang mutakhir serta cara memilih pasien dengan
resiko yang rendah.
Penutup
Transplantasi Ginjal di Indonesia saat ini telah banyak
mencapai kemajuan dan diharapkan dimasa depan akan
lebih maju lagi bila untuk mendapatkan donor ginjal baik
dari donor hidup maupun donor mayat tidak sesulit
sekarang. Mudah mendapat donor ginjal sangat besar
artinya bagi pasien GGT yang merencanakan Transplantasi
Ginjal karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar
serta dapat memperpanjang umur dan memperbaiki kualitas
hidup pasien GGT yang menjalani Transplantasi Ginjal.

Rabu, 09 September 2009

South-east Asia's first ABO kidney transplant set for May


Singapore - A Singaporean renal patient is scheduled to become the first person in South-east Asia to receive a kidney from someone with a different blood type, specialists said on Sunday.
Khairul Anwar Ibni, 46, an O-positive blood type, will receive the kidney from his wife, RadiyahMohamadSom, 43, who is A positive.
The procedure, known as an ABO incompatible kidney transplant, allows an organ to be accepted even when blood types do not match, Dr Lye WaiChoong, a renal specialist at Mount Elizabeth Hospital, told The Sunday Times.
In standard transplants, both donor and recipient belong to a common blood group.
"Normal kidney transplants have a 98 per cent success rate," Lye was quoted as saying. "But in ABO incompatible transplants, the success rate is 85 to 90 per cent."
The ABO transplant was first performed in Sweden and later in Japan. It caught on in the United States and Europe in 2000.
Lye recommended the procedure to Khairul to be carried out at the end of this month as it is his only chance. His heart is also week.
Many patients have been reluctant to be the first to undergo such a transplant in the city-state.
Extensive preparation is needed beforehand to remove antibodies from the recipient and prepare him for the transplant, the report said.
There were 555 renal patients waiting for a kidney in Singapore last year. The average wait is nine years.
"In the past, many patients stood no chance of getting a kidney," transplant surgeon James Tan told the newspaper. "But now with ABO incompatible transplants, we can have a bigger donor pool." (dpa)
Sumber :http://www.topnews.in/health/south-east-asias-first-abo-kidney-transplant-set-may-22312

Success Story - Dr. Lye WaiChoong



They agree to kidney transplant despite 3 hospitals turning him down due to weak heart
HIS kidney condition had caused his heart to fail.
The only way to save him was through a kidney transplant.

By Ng Wan Ching

09 March 2007
HIS kidney condition had caused his heart to fail.
The only way to save him was through a kidney transplant.
But he could not undergo a transplant operation unless his heart function improved.
That was the vicious circle in which Mr Kenneth Fong was trapped five years ago.
He was facing almost certain death. Yet, the three hospitals he went to refused to do the transplant because of the risks involved.
All his wife of 13 years, Madam Sheryl Cheong, could do was watch his life ebb away.
But today, Mr Fong, 41, is alive and building a new life.
All because two doctors took a big gamble in 2004.
Though they knew the operation could kill him, they went ahead and transplanted a kidney donated by his wife.
Said one of the doctors,

Dr Lye WaiChoong, a senior consultant renal specialist in private practice said
There may have been a higher risk of him dying on the operating table, but there was certainty of death if he did not have the transplant.'

Mr Fong's kidneys, affected by a childhood illness, failed in 2000, and he was placed on the transplant list.
In 2002, his heart, weakened by his condition, started to fail too, and he was removed from the transplant list.
He also had to give up his job as a civil engineer.
His ejection fraction or EF (which measures the capacity at which one's heart is pumping) was just 10 per cent. Normal EF is above 55 per cent.
Doctors he consulted at three hospitals told him the same grim news: he was too weak to undergo a kidney transplant because of his failing heart.
Said Mr Fong: 'I was in fluid overload. My lungs were filled with so much water that I could not lie down without choking.'
He would pace the floor at home late into every night. Madam Cheong stayed up with him to pound on his back.
It helped him forget his terrible backache.
Then, in early 2004, a friend recommended Dr Tan Seng Hoe, head and senior renal consultant at Tan Tock Seng Hospital.

DOCTOR TOOK RISK

Dr Tan's prognosis was no different from that of the other doctors, but he was willing to risk conventional blood dialysis or haemodialysis with Mr Fong.
The peritoneal dialysis that Mr Fong was doing himself was no longer enough.
But it would take a bigger toll on his heart. Said Dr Tan: 'Nobody knew whether his heart could take it.'
On the day he did his first haemodialysis, his wife, parents and family members gathered around him.
Dr Tan had told them he could die at any time if his heart gave up. He survived four sessions.
Said Mr Fong: 'I was 86kg before I started, because of all the fluid retention. After I finished, I was 68kg.'
Next, Dr Lye gave the go-ahead for the transplant, though Mr Fong's heart function was still very weak.
However, Mr Fong's sister, who was a perfect match for him, was then two months pregnant.
He could not wait for her to give birth before donating her kidney to him.
So the doctor asked his wife if she wanted to be a donor.
'I was overjoyed. I did not even know I could be a donor,' said Madam Cheong, 37, a business development manager.
She was a match. On 14 Oct 2004, she and her husband underwent their operations at Mount Elizabeth Hospital.
He now weighs a fit 69kg, his ejection fraction has improved to an almost normal level of 42 per cent and he can drink 1.5 litres of water a day.
'I can gulp it down instead of taking tiny precious sips,' he said.
He is training to be a full-time pastor.
To celebrate the second anniversary of his second chance, he and his wife wrote a book called 'Why me, God?'. It has a second cover which says, 'Why not you, my son?'.
It will be on sale by the end of this month at Kinokuniya, Times, Popular (Bras Basah) and MPH.

Said Madam Cheong,'When Kenneth was suffering, he kept asking that question. Then he got the answer. We want people to know about the journey that Kenneth has gone through. And to let them know that they are not alone in their suffering


The couple are now trying for their first child.

Sumber :http://parkwayhealth.blogspot.com/search/label/Dr%20Lye%20Wai%20Choong